Rencana pemerintah untuk menghapuskan Ujian Nasional (UN) semakin nyaata setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendi mengumumkan hal tersebut pada Jumat (23/11) di Jakarta, yang kemudian diperkuat oleh pernyataan Presiden Joko Widodo pada Sabtu (25/11) saat menghadiri acara peringatan Hari Guru Nasional di Sentul, Bogor.
Hal tersebut kemudian mendapatkan banyak reaksi dari seluruh masyarakat dari berbagai kalangan. Seperti dari para siwa sekolah SD, SMP dan SMA, yang pada umumnya merasa senang akan penghapusan tersebut. Karena bagi mereka UN merupakan hal yang menakutkan, sebab keberhasilanmereka bersekolah selama enam tahun ataau tiga tahun hanya ditentukan oleh UN selama beberapa hari saja.
Menurut A. Nailul Faruq, Koordinator Bidang Advokasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), memiliki pandangan yang berbeda terhadap penghapusan UN tersebut. Disebutkan bahwa dampak positf dihapusnya UN tersebut akan mengurangi beban psikologis siswa, mereka akan terbebas dari pikiran terhadap ancaman tidak lulus yang membuatnya takut dan stress.
“Namun dampak negatifnya bagi siswa adalah, mereka kurang mengetahui potensinya nanti. Karena selama ini mereka hanya mengetahui standar potensinya itu dari UN” ungkapnya seperti dikutip dari laman liputan6.com pada Sabtu (25/11).
Naitul berharap bahwa pemerintah bisa memberikan keputusan secara bijak. Karena menurutnya pemerintah sebaiknya mengubah UN dengan metode lain, seperti halnya tetap dipertahankannya UN. Namun tidak dijadikan sebagai acuan standar kompetensi siswa, tetapi diganti pada tugas harian atau pembelajaran yang lain agar siswa ini tetap bisa menunjukkan potensinya.
Hal berbeda disampaikan oleh Teuku Ramly Zakaria, Anggota Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP) yang menyatakan bahwa dengan dihapusnya UN, justru akan memeberikan dampak buruk bagi dunia pendidikan. Hal itu bisa terjadi dikarenakan tidak ada instrumen yang menjadi tolak ukur kemajuan pendidikan. Menurutnya jika tidak ada hal yang menjadi penentu dalam standar kompetensi, maka semua sekolah dimungkinkan akan meluluskan seratus persen siswanya. Hal tersebut berbahaya bagi dunia pendidikan.
Menurutnya justru dengan adanya pelaksanaan UN akan bisa dijadikan sebagai standar kompetensi kelulusan, dapat menjadi stimulus kepada semua pihak, baik dari Pemerintah, guru sampai siswa untuk mempersiapkan diri untuk menjadi lebih baik.
Zulfadli selaku anggota Komisi X DPR RI Fraksi Golkar, menegaskan bahwa sebaiknya pemerintah memberikan kewenangan yang maksimal kepada BNSP, sebagai lembaga yang independen menyelenggarakan UN.
“Harusnya kan dilaksanakan oleh lembaga mandiri, profesional dan tidak ada campur tangan pemerintah. Tapi ini BNSP malah dikebiri. Jadi belum perjalan,” jelasnya. (Artiah)
Sumber/foto: liputan6.com/tribunnews.com/okezone.com
0 Response to "Dampak Psikologis Penghapusan UN bagi Siswa"
Post a Comment